![]() |
Sumber:Pixabay |
Ingatan saya kembali ke 2.5 tahun yang lalu, tepatnya saat si kakak lahir. Seperti ibu baru pada umumnya, saya merasa sangat bersemangat menghadapi proses persalinan. Saya sudah PD banget, berangan proses persalinan yang lancar macam jalan tol, kemudian memeluk bayi saya sambil inisiasi menyusui dini. Ditambah dengan bayang-bayang indah meninggalkan rumah sakit sambil menggendong bayi dengan tidak lupa melepas senyum manis pada para suster. Tapi ternyata kenyataan membuyarkan harapan-harapan saya. Jangankan mau inisiasi menyusui dini, megang anak saya pun enggak bisa😂. Anak saya keracunan ketuban saya yang sudah hijau, paru-parunya infeksi dan harus dirawat secara intensif di ruang NICU.
Singkat cerita, sebulan lamanya si kakak dirawat. Bukan hanya perasaan khawatir terhadap keselamatan kakak yang melanda saya saat itu, tapi juga perasaan was-was, bagaimana saya dan suami membayar biaya rumah sakit😰. Total biaya rumah sakit yang harus kami bayarkan saat itu sekitar 70an juta. Kantor suami memang menanggung 90% biaya kesehatan pegawai dan keluarganya, tapi sistemnya reimburse, artinya saya dan suami harus punya dana segar untuk bisa membayar rumah sakit terlebih dahulu.
Akhirnya saat itu kami menguras tabungan kami yang tadinya mau digunakan untuk membayar DP rumah, dengan konsekuensi melepas rumah idaman yang sudah dibidik sejak lama, itu pun masih kurang. Alhamdulillah mertua saya dengan sangat baik hati memberikan ATM-nya untuk kami, "Sudah pakai saja, gantinya nanti aja enggak usah dipikirin", begitu kata beliau (sungkem sama mama, enggak tahu gimana caranya untuk membalas kebaikan beliau😂). Maka lega lah hati kami karena urusan tagihan rumah sakit terselesaikan.
Tapi kejadian tersebut menyadarkan saya dan suami kalau menyediakan dana khusus untuk urusan mendadak itu AMAT SANGAT PENTING. Alhamdulilah saat itu kami punya simpanan, meskipun peruntukannya bukan urusan mendadak seperti ini, akibatnya mimpi untuk punya rumah pun harus ditunda saat itu. Dari kejadian tersebut kami belajar untuk menyisihkan sebagian pendapatan untuk urusan mendadak.
APA MANFAAT MEMILIKI DANA DARURAT?
Selain untuk hal-hal terkait kesehatan seperti yang saya dan suami alami, dana darurat penting untuk menjadi bamper dalam menghadapi "kejadian-kejadian luar biasa", misalnya saat kita kena musibah atau tiba-tiba sumber penghasilan terhenti. Memang sih tidak ada yang mengharapkan kejadian buruk menimpa dirinya, tapi kalau takdir Allah sudah terjadi, satu-satunya yang bisa dilakukan adalah meminimalisir dampak.
Dana darurat juga bisa bermanfaat untuk menutup sementara kebutuhan yang di luar perhitungan kita. Misalnya seperti yang menimpa saya baru-baru ini, mobil kami tiba-tiba harus di-service dan ternyata cukup memakan biaya. Kalau mengandalkan pendapatan bulanan tentu terasa berat biaya tersebut. Itu kenapa saya dan suami memutuskan untuk menggunakan dana darurat kami untuk urusan service ini, sambil setelahnya kami akan mencicil dari penghasilan bulanan untuk menutup kembali dana darurat yang terpakai.
KENAPA JUGA HARUS SELALU TERISI?
Ya iya dong... Ibarat hidrant yang sudah dipakai untuk memadamkan api, kan perlu diisi ulang. Kalau sewaktu-waktu terjadi kebakaran lagi, memadamkannya bagaimana?
BERAPA IDEALNYA JUMLAH YANG HARUS SAYA SIMPAN UNTUK DANA DARURAT?
Jika moms sudah memiliki anak, idealnya moms harus menyimpan 12 kali dari jumlah pengeluaran setiap bulan. Misalnya setiap bulan pengeluaran keluarga sebesar Rp3.000.000 (termasuk bayar listrik, air, makan, dll), maka dana darurat yang harus moms simpan minimal adalah:
12 x Rp3.000.000 = Rp36.000.000.
Jumlah 12 ini adalah asumsi jika pendapatan keluarga terhenti maka membutuhkan waktu kira-kira 12 bulan untuk mendapatkan pekerjaan pengganti. Jumlah ini tentu saja akan semakin besar seiring dengan bertambahnya jumlah tanggungan.
JUMLAH SEBESAR ITU BAGAIMANA STRATEGI MENGUMPULKANNYA?
Ada beberapa cara yang bisa moms lakukan untuk memiliki simpanan dana darurat. Seperti yang biasa saya dan suami lakukan, kami menyisihkan mininal 10% dari pendapatan bulanan untuk masuk ke dalam pos dana darurat. Setiap suami mendapat rezeki lebih seperti THR, bonus dan semacamnya, kami juga menyisihkan 10-20% untuk disimpan di dalam pos dana darurat ini.
Dana darurat kami simpan di satu rekening khusus yang memiliki ATM, tapi kartunya saya kekep rapat-rapat, hehe. Intinya penggunaan dana darurat ini betul-betul untuk keperluan mendadak. Tapi jangan bikin alasan sendiri ya moms, mumpung harga tas incaran lagi diskon 50%, jadi alasan untuk bilang darurat deh...🙈
Memiliki dana darurat itu penting pakai banget. Dana darurat adalah bamper untuk kondisi-kondisi yang tidak kita harapkan. Bisa dikatakan ini sebagai bentuk ikhtiar kita untuk mengurangi "penderitaan" jika mengalami musibah. Mengelola uang secara cermat menjadikan rasa aman dan nyaman bagi kehidupan keluarga moms. Percaya deh... Saya mah masih yakin dengan cara orang tua kita dulu dalam mengelola uang. Hemat memang belum tentu bikin kaya sih, tapi Insya Allah dengan hemat keuangan kita pun selamat😁.
Setuju banget, mba saya juga pernah di posisi yang sama. Lahiran kemaren biayanya ternyata lebih dari prediksi kami jadinya terpaksa pinjam orang tua. Malu juga sih, tapi dari situ belajar untuk mengumpulkan dana darurat bukan hanya dana terencana untuk suatu keinginan. Karena bisa jadi besaran biaya lebih banyak daripada yang kita prediksi.
BalasHapusBetul mba... Kita harus selalu ready untuk worst case👍
HapusBaca ini lgs ke flashback sama kejadian bbrp taun lalu suami sempet jobless dan saya lg hamil besar..pusing tujuh keliling memang ada tabungan ya tapi tetep deh butuh sumpelan dana utk lahiran dari org tua.. sejak itu dana darurat jadi prioritas utama. Thanks for sharing mba
BalasHapusSama-sama mba... :)
Hapus