Langsung ke konten utama

CARA MEMBUAT ECO ENZYME


Setelah berkomitmen untuk belajar gaya hidup hijau, keluarga kami mulai mengkonversi segala produk yang dapat merusak lingkungan, salah satunya adalah sabun. Setelah berhasil membuat sabun lerak, saya pun penasaran membuat jenis sabun lainnya. Kali ini sedikit lebih ekstrem, saya membuatnya dari sampah organik rumah tangga. Dari sampah bisa jadi bahan pembersih? Masa sih? Bisa saja. 
Dikembangkan oleh Dr. Rosukon Poompanvong, eco enzyme atau cairan organik dari olahan sampah organik rumah tangga bisa dibuat sebagai bahan pembersih.

Apa itu eco enzyme?

Eco enzyme adalah hasil olahan limbah dapur yang difermentasi dengan menggunakan gula. Limbah dapur dapat berupa ampas buah dan sayuran. Gula yang digunakan pun bisa gula apa saja, seperti gula tebu, aren, brown sugar,dll). Saya pribadi belum berani bikin dari ampas dapur yang aneh-aneh. Saya buat dari kulit buah jeruk dan apel. Agar hasil eco enzyme-nya wangi,hehe.

Cara membuat eco enzyme?

Eco enzyme dibuat dari sampah dapur yang difermentasi. Pertama, cacah sampah dapur menjadi potongan-potongan kecil , kemudian campurkan dengan gula dan air. Perbandingan antara sampah dapur, gula dan air adalah 3:1:10. Tempatkan pada wadah dan sisakan ruang untuk produksi gas yang dihasilkan saat proses fermentasi. Setelah mencampur ketiga bahan tersebut, eco enzyme didiamkan hingga tiga bulan. Jangan lupa untuk rajin  membuka tutup wadah untuk mengeluarkan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi selama dua minggu pertama. Mudah bukan membuatnya?

Meskipun cara membuat eco enzyme tergolong mudah, namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
Sumber gambar: zerowaste.id
  1. Gunakan wadah yang tertutup rapat, karena wadah yang terbuka akan mengundang binatang masuk, termasuk lalat. Jadi jangan kaget kalau tiba-tiba ada belatung di dalam wadah. Jika hal itu terjadi, buang belatung kemudian tambahkan gula dan tutup rapat, atau bisa didiamkan saja sampai belatungnya mati dan larut sendiri bersama cairannya.
  2. Gunakan wadah yang mudah mengembang, karena proses fermentasi akan menghasilkan banyak gas.
  3. Jangan menggunakan sampah dapur hewani seperti ikan dan daging. Juga jangan gunakan bekas makanan yang berminyak.
  4. Jangan letakan eco enzyme di dalam kulkas. Eco enzym awet kok dan tidak akan kadaluwarsa.
  5. Warna ideal hasil eco enzyme adalah kecoklatan, kalau cairannya berwarna hitam, tambahkan gula kembali dengan jumlah yang sama kemudian ulangi proses fermentasinya. Tapi kalau saya, kalau baunya jadi tidak enak, biasanya saya buang terus saya buat yang baru.

Manfaat eco enzyme

Penggunaan cairan eco enzym (sumber: sustaination.id)
  1. Sebagai cairan pembersih. Eco enzyme bisa digunakan sebagai cairan pembersih ramah lingkungan. Kalau saya, kemarin mencoba menggunakannya untuk membersihkan kaca, mengepel lantai dan menyikat kamar mandi. Hasilnya cukup bersih dan plusnya aromanya wangi! Tapi untuk membersihkan kaca, harus dibilas kembali dengan air, karena cairan eco enzyme ini sedikit meninggalkan residu. Menurut saya paling oke digunakan untuk membersihkan kamar mandi sih.
  2. Sebagai pupuk tanaman. Selain sabagai cairan pembersih, eco enzyme juga bisa digunakan sebagai pupuk tanaman. Campurkan 30 ml eco enzyme dengan  2 liter air, lalu semprotkan pada tanah atau langsung pada tanaman. Namun, jangan langsung menyiramkan tanaman eco enzyme murni ke tanaman ya... Karena justru akan membuat tanaman mati. Cairan eco enzyme ini memang mengandung asam dan bisa membuat tanaman menjadi "terbakar".
  3. Pengusir hama. Cairan eco enzyme juga bisa digunakan sebagai desinfektan dan pengusir hama juga, lho. Karena serangga seperti kecoa, semut, lalat dan nyamuk tidak suka dengan cairan ini. Cukup semprotkan 15 ml eco enzyme yang telah dicampur 500 ml air ke tempat-tempat yang Moms targetkan untuk bebas hama.
  4. Membantu melestarikan lingkungan sekitar. Dalam proses fermentasi yang terjadi, karbondioksian (CO2) akan diubah menjadi karbonat (CO3), senyawa ini bermanfaat untuk menjaga tanaman laut dan kehidupan biota laut. Selain itu, menurut Dr. Joean Oon, 1 liter cairan eco enzyme dapat membersihkan sungai yang tercemar sampai 1000 liter. Jadi, ketika kita mencuci dengan menggunakan eco enzyme, secara tidak langsung, kita sudah berkontribusi untuk memperbaiki lingkungan yang tercemar.
Hasil membersihkan kaca dan meja plastik dengan menggunakan eco enzym


Keuntungan menggunakan eco enzym

  1. Murah. Berhubung untuk membuatnya cukup menggunakan sampah dapur, gula dan air, jadi tidak membutuhkan modal yang besar.
  2. Hemat. Ampas yang sudah dibuat eco enzyme dan disaring bisa dipergunakan kembali dengan menambahkan sampah baru ke dalamnya. Hemat banget kan?
  3. Ramah lingkungan. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, cairan eco enzyme membantu menjaga dan memperbaiki kualitas lingkungan. Saat proses fermentasi berlangsung, juga dihasilkan gas O3 atau yang dikenal dengan ozon. Gas ini sangat bermanfaat untuk mengurangi efek rumah kaca.

Kerugian menggunakan eco enzym

  1. Prosesnya membutuhkan waktu. Cairan eco enzyme ini baru bisa digunakan setelah tiga bulan proses fermentasi. Jadi, memang harus sabar dalam membuatnya. Ditambah lagi, kita harus rajin-rajin membuka tutup botol. Pernah saya pergi ke luar kota selama beberapa hari, saat saya pulang dan membuka tutup botol eco enzyme yang saya buat, tutupnya sampai terpental saking kuatnya gas yang dihasilkan di dalam botol.
  2. Membuatnya cukup tricky. Jika komposisinya tidak pas, membuat eco enzyme ini bisa gagal. Dari beberapa botol yang saya buat pun, hasilnya berbeda-beda. Ada yang gasnya banyak, ada yang sedikit. Ada yang endapannya banyak, ada juga yang sedikit. Ada yang warnanya pekat, ada yang cair. Saya tidak terlalu paham sih, tapi mungkin perbedaan ini juga bisa mempengaruhi tingkat efektivitas cairan eco enzyme tersebut.
Hasil setiap eco enzym yang saya buat berbeda-beda

Baca juga: 10 HAL SEDERHANA YANG BISA MOMS LAKUKAN UNTUK MEMPRAKTIKAN GAYA HIDUP HIJAU

Membuat eco enzyme merupakan salah satu upaya untuk menjaga kelestarian alam. Membuat eco enzyme juga menjadi alternatif pengolahan sampah organik. Walaupun belum memanfaatkannya secara optimal, paling tidak ini menjadi langkah kecil keluarga kami untuk menerapkan gaya hidup hijau. 

Bagaimana Moms, tertarik untuk mencoba?

Komentar

  1. Lisa Lestari5 Mei 2019 18.05

    Wah, aku tertarik nih mbak mau buat. Berarti jangan bikin hanya satu botol ya. Harus memcoba dengan banyak botol dan berbeda takarannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Positive Mom6 Mei 2019 13.58

      Yang penting perbandingan sampah dapur:gula:air 3:1:10 mbak. Kalau saya memang buat beberapa untuk stok,hehe. Tapi pernah bikin dan gagal, akhirnya ada yang saya buang. Kemungkinan takarannya enggak pas atau ada sampah lain yang terbawa.

      Hapus
    2. Maap sekedar saran ini mirip membuat mol untuk menghindari ledakan dan harus buka tutup.. ada sedikit caranya biar tetap rapat namun tidak ribet..
      Bahan
      1'Sellang kecil..
      semacam yg dipake tbagunan
      2 botol minuman yg kecil yg klo beli minumanya kisaran harga 2500.
      Botol ato wadah yg buat permen tasi lubangi tutupnya sebesar selang masukan sellang dan kasih lem bakar biar tidak mudah lepas dan tetap rapat.
      Botol minuman kita isi air bersih tampa di tutup masukan ujung selang kedalam botol yg ber isi air bersih.. letakan ber dekatan.
      Cara kerja.. di saat tekanan udara meningkat karna gas yg di hasilkan, akan keluar kedalam selang dan keluar menjadi gelembung di dalam botol yg ber isi air bersih semoga bisa di pahami dan membantu..!

      Hapus
  • Saya Uda dua kali buat, berhenti di hari ke empat karena saat dibuka letusannya nyaring bangat, kayak suara meledak, isi nya banyak keluar tumpah dilantai. Masih mengumpulkan keberanian untuk mencoba lagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Positive Mom26 Mei 2020 17.19

      Proses fermentasi dari pembentukan ecoenzym memang menghasilkan gas. Jadi perlu hati-hati saat membukan botolnya. Supaya enggak neletus terlalu kencang, tiga bulan pertama disarankan rajin-rajin membuka tutup botol. Bukanya pun sedikit-sedikit supaya enggak meletus dan luber isinya.

      Hapus
    2. Supaya tdk meledak, 1 bulan pertama tutup wadah eco enzyme dgn plastik lalu diikat karet yg kencang, plastik tutup ditusuk jarum / peniti 5-6 lubang utk jln gas, stlh itu bln ke 2 dan ke 3, tutupi wadah dgn plastik yg tdk berlubang, diikat erat dan ditambahkan tutup wadah aslinya. Bgt spy gas tdk meleda.

      Hapus
  • Kyutiangel_8129 Juni 2020 06.27

    Saya sudah membuatnya begitu juga smua kakak2 saya juga membuatnya dirumah.kami membuatnya mengunakan wadah plastik yg ukuran besar dan tebal bahannya. klo saya wadah bekas susu suplemen gym. Jadi kami tidak pernah mengalamin letusan seperti yang kakak2 sebutkan diatas. jika saya rasa klo buat memakai botol aqua bekas. Memang agak ringkik.karena lembek bahannya.dan wadah terlalu kecil.jd spare utk gas terlalu sedikit.hrs banyakin ruang sparegas. Dan pas buka tutupnya jgn lgsg buka.harus buka sedikit diemkan dl sbntr sambil liat gas yg naik kan terlihat jika mengunakan wadah yg transparan. Diemkan sampai suara gas mulai hilang dan turun.lalu puter lg sedikit sambil perhatikan gas yg mulai naik kembali sambil tutup di pegang erat supaya tidak terpental yaa.begitu terus sampe selesai terbuka smua.itu tidak akan meledakan smua bahan ecoenzymenya keluar berantakan. selamat mencoba dan bermanfaat yaa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Positive Mom20 Juli 2020 14.45

      Betul... makasih banyak penjelasan lengkapnya mbak :)

      Hapus
  • prikesling7 Juli 2020 11.35

    terimakasih....menginspirasi

    BalasHapus
  • Mbak, apa tandanya eco enzyme yang berhasil? dan kalo tidak berhasil masih bisa digunakankah?
    Gulanya berarti tidak usah dilarutka dulu di dalam air yah mbak?
    Apakah kulit bawang juga bisa mbak dibikin eco enzyme?
    Apakah bisa dicampur-campur misalnya kulit buah pepaya dengan kulit bawang dan sisa-sisa kulit kunyit, jahe, serai?
    Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Positive Mom20 Juli 2020 14.43

      Dia akan muncul reaksi fermentasi mbak. Ada buih dan gasnya. Setelah lebih dari satu bulan, gas biasanya berkurang banyak, tapi baunya akan khas seperti bau fermentasi. Kalau dia muncul belatung atau berbau busuk, baiknya dibuang dan diganti yang baru.
      Kalau saya, gula tidak dilarutkan mbak, hanya dikocok-kocok agar tercampur.
      Kulit-kulit buah lain dan sayuran bisa digunakan juga mbak. Tapi hanya kulitnya saja ya, jangan sampai ikut sisa daging buahnya. Hampir semua sampah organik bisa dibuat ecoenzyme, kecuali sampah-sampah bekas hewani.

      Semoga jawabannya membantu ya mbak :)

      Hapus
  • Oya, ada tambahan pertanyaan mbak... Kalau itu memang proses fermentasi apakah bisa dibantu dengan EM4 untuk mempercepat proses fermentasi?
    Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Positive Mom20 Juli 2020 14.44

      Saya pribadi sih biar saja proses fermentasinya berlangsung alami mbak. Entah kenapa kalau dibiarkan lebih lama, baunya justru makin enak menurut saya. :)

      Hapus
    2. jangan di masukkan EM4.
      Untuk membuat eco enzyme tidak boleh mengkontaminasikan bakteri, nanti terjadi penguraian oleh bakteri dan hasilnya bukan eco enzyme tetapi pupuk organik..

      Hapus
    3. syifamrdlyh222 Januari 2021 21.35

      Izin bertanya, untuk gula yang dipakai itu gula apa ya? Terimakasih.

      Hapus
    4. ALvi Vian Madauna20 Januari 2021 22.46

      Bantu jawab yaa..... Klw dikasi EM4 bisa tp namanya bukan Eko enzim... Tp malah jadi POC
      ...

      Hapus
  • Kost Baros Cimahi ,Make Up n Hair do25 Januari 2021 21.42


    Harus pakai SELANG utk membuang GAS nya supaya tidak MELEDAK...Caranya lubangi tutup botolnya seukuran selang kecil yg bening itu lalu masukan ke mangkuk yg berisi air,ke gas akan keluar dg sendirinya dan selang tetap didalam air TDK terkontaminasi udara luar..Salam Cinta lingkungan

    BalasHapus
  • Kost Baros Cimahi ,Make Up n Hair do25 Januari 2021 21.44

    Ramuan yg enak biasanya :kulit jeruk,sedikit pandan dan sedikit sereh...Semangat utk cinta lingkungan...

    BalasHapus
  • Mbak, jika muncul belatung apakah itu tandanya gagal? Cairan harus dibuang semua atau hanya ditambahkan mol ? Proses fermentasinya brp lama lagi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Positive Mom18 April 2021 05.54

      Kalau buat ecoenzyme, saya enggak pernah sampai muncul belatung sih. Coba tambahkan gula untuk mulai proses fermentasi lagi. Selama warnanya kecoklatan (bukan hitam) dan baunya tidak busuk, Insya Allah ecoenzyme bisa digunakan.

      Hapus
  • Malam, mau tanya, apabila eco enzyme yang sudah dipanen dan hasil panen tersebut dimasukkan ke dalam kulkas atau dibiarkan didalam suhu kamar ya?apabila dibiarkan disuhu kamar pada hasil panen eco enzyme tersebut masih terdapat proses fermentasi sehingga hasil tersebut belum stabil, cara menghentikan proses fermentasi setelah pemanenan bagaimana yaa? apakah harus di letakkan pada suhu dingin atau harus pada lingkungan tertentu. terimakasih sebelumnya, mohon bantuannya nggih kak untuk dijawab dikarenakan untuk penelitian skripsi saya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Positive Mom4 Januari 2022 09.13

      Kalau saya di letakan di suhu ruang saja. Proses fermentasi lama-lama akan berhenti sendiri. Memang untuk pembuatan eco enzyme ini membutuhkan waktu 2-3 bulan sampai siap panen. Sepengalaman saya, biasanya di bulan kedua, udara hasil fermentasi sudah semakin berkurang, itu menandakan proses fermentasi yang terjadi pun semakin berkurang. Untuk penyimpanan, saya kira tidak perlu di kulkas, karena saya menyimpan eco enzyme pada suhu ruang hampir satu tahun pun tetap layak digunakan selama warnanya tidak berubah hitam dan tidak berbau busuk.

      Hapus

Posting Komentar

Hai! Terima kasih sudah membaca artikel ini. Silahkan tinggalkan komentar untuk saran dan masukan atau jika Moms menyukai tulisan ini. Mohon tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar yah dan komentar Moms akan dimoderasi untuk kenyamanan pembaca blog ini. Salam! (^,^)

Postingan populer dari blog ini

MENGATASI DERMATITIS ATOPIK PADA ORANG DEWASA

Moms yang punya anak bayi mungkin sudah familiar dengan istilah Dermatitis Atopik atau Eczema. Dermatitis atopik adalah kondisi kulit kronis yang menyebabkan serangan gatal-gatal yang kemudian menyebabkan kulit menjadi kering keabuan dan pecah hingga berdarah. Kondisi dermatitis atopik ini umumnya muncul pada bayi dan menghilang seiring dengan pertambahan usia anak. Tapi, tahukah, Moms, kalau ternyata dermatitis atopik juga dapat menyerang orang dewasa? Itulah yang terjadi pada saya, riwayat alergi dan asma yang menurun dari si mamah membuat saya menderita penyakit kulit ini.  dermatitis atopik pada orang dewasa biasanya muncul pada rentang usia 20-30an. Awalnya kulit saya biasa saja. Namun, sekitar tahun 2016, muncul beberapa lenting kecil di jari manis yang kemudian menyebar di seluruh tangan kiri. Lenting atau benjol kecil iti biasanya pecah atau mengering sendiri menjadi kulit yang terkelupas. Tak jarang, kulit terkelupas ini juga meninggalkan luka yang sampai berdarah.

BERKUNJUNG KE KEBUN RAYA BOGOR DI TENGAH PANDEMI

Sejak corona merebak, praktis selama nyaris lima bulan, kami betul-betul di rumah saja. Pergi ke minimarket pun bisa dihitung pakai jari satu tangan. Saya yang biasanya lebih suka di rumah, bahkan sudah mulai jengah. Indikatornya terlihat ketika saya gampang banget marah-marah. Si sulung juga mulai rungsing, pasalnya saya enggak izinkan ia untuk main sepeda sama teman-temannya. Bukan apa-apa, anak-anak masih sangat teledor menjaga kebersihan. Pernah sekali saya izinkan si sulung dan si tengah untuk main bareng teman-temannya. Baru beberapa menit keluar, maskernya sudah entah kemana. Saya dan suami memang berencana untuk mengajak anak-anak untuk berwisata ke Kebun Raya Bogor. Pertimbangannya karena lokasi yang dekat dengan rumah ditambah ruang terbuka yang kami asumsikan lebih aman untuk menjaga diri dari paparan corona. Itu pun maju mundur. Baru berniat pergi di awal minggu, tiba-tiba lihat di media kasus corona bertambah lebih dari seribu. Ciut saya tuh ... daripada